asb is halal or haram?
Muslim Group
Muslim Group
|
|
Jul 23 2015, 12:30 PM
Return to original view | Post
#1
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
asb is halal or haram?
|
|
|
|
|
|
Aug 3 2015, 02:36 PM
Return to original view | Post
#2
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
|
|
|
Aug 10 2015, 02:35 AM
Return to original view | Post
#3
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
nape aku selalu gak mimpi jumpa najib? lol
|
|
|
Aug 20 2015, 05:21 AM
Return to original view | Post
#4
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. [QS. Al-Fath: 29]
|
|
|
Sep 1 2015, 01:57 PM
Return to original view | Post
#5
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
“Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam melaknat orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, orang yang merekodkan transaksi riba, dan dua orang yang menjadi saksi transaksi riba”. (Riwayat Muslim, 3/1219, no: 1598).
|
|
|
Sep 11 2015, 05:24 PM
Return to original view | Post
#6
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
QUOTE(seiferalmercy @ Sep 11 2015, 04:36 PM) agak-agak korang kat akhirat sok korang terkejut tak tengok dosa korang ? “Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.aku rasa aku akan terkencing (HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576). |
|
|
|
|
|
Oct 24 2015, 10:13 AM
Return to original view | Post
#7
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
|
|
|
Nov 14 2015, 11:55 PM
Return to original view | Post
#8
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
apa kata kita buat grup whatsapp utk member2 thread ni?
|
|
|
Nov 21 2015, 10:53 PM
Return to original view | Post
#9
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
Apakah Membenci Poligami Termasuk Yang Membatalkan Keislaman
Alhamdulillah Jika seorang muslim ridho kepada hukum Alloh, mengakuinya, tidak menolak dan tidak menentangnya, maka demikianlah memang yang diwajibkan, tidak bisa memberikan madharat kepadanya meskipun jiwanya tidak menyukai perbuatan tersebut, seperti; jiwa yang menolak peperangan namun tetap menerima dan mengakuinya sebagai hukum Alloh. Alloh –Ta’ala- berfirman: (كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ) البقرة/216 . “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 216) Demikian juga, ketidaksenangan seorang wanita karena dimadu suaminya termasuk perkara yang wajar, karena waktunya akan terbagi, akan tetapi tetap harus dibedakan antara kebencian kepada yang diwajibkan oleh Alloh berupa peperangan dan kebencian jiwa kepada peperangan itu sendiri, demikian juga harus dibedakan antara kebencian kepada syari’at Alloh berupa poligami dan kebencian jiwa karena keberadaan madunya di rumah suaminya. Apa yang telah Alloh wajibkan dan telah disyari’atkan dicintai oleh agama dan dianggap sebagai bentuk taqarrub kepada-Nya, meskipun perbuatan yang diwajibkan tersebut tidak disukai oleh jiwa dan berat dalam menerimanya. Bahwasanya setiap kali iman seorang hamba menjadi sempurna, maka semua yang dibenci tersebut pasti akan berubah menjadi yang dicintai, seperti halnya dicintai menurut syari’at. Yang disebutkan pada hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, kalau dia membenci apa yang Alloh turunkan dan membenci syari’at-Nya. Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Tidaklah syarat ridho (kepada syari’at Alloh) tidak merasa kesakitan dan kebencian sama sekali, akan tetapi yang dimaksud adalah tidak menentang hukum (Alloh) dan membencinya; oleh karenanya bagi sebagian orang sulit menerima apa yang dibenci dan menuduhnya dengan yang tidak-tidak, dan berkata: “Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan, akan tetapi hal itu merupakan bentuk kesabaran, kalau tidak maka bagaimana mungkin berkumpul rasa ridho dan benci padahal keduanya saling bertentangan”. Yang Benar adalah: “Keduanya tidak bertentangan, karena adanya rasa sakit dan kebencian jiwa tidak menghilangkan keridhoan, seperti halnya seorang yang sakit dengan suka rela mau meminum obat yang dibenci, orang yang sedang berpuasa pada hari yang sangat panas rela menahan rasa lapar dan haus, relanya seorang mujahid dengan apa yang akan menimpanya di jalan Alloh, seperti luka atau yang lainnya”. (Madarikus Salikin: 2/175) Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata ketika menjelaskan masalah ini: “Firman Alloh –Ta’ala-: (وهو كره لكم) (padahal hal itu adalah sesuatu yang dibenci), “kariha” adalah masdar mempunyai arti isim maf’ul, yaitu; (مكروه لكم) (sesuatu yang dibenci oleh kalian); masdar yang berarti isim maf’uul banyak sekali contohnya, seperti: (وإن كن أولات حمل) الطلاق: 6 “Dan jika istri-istri yang sudah ditalak itu sedang hamil”. (QS. Ath Thalaq: 6) kata حمل berarti محمول Contoh lain, sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: ( من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد )، أي مردود “Barang siapa yang melakukan amalan yang bukan menjadi perintah kami, maka menjadi tertolak”. kata رَدٌّ berarti مردود Jadi, kalimat (وهو كره لكم) menurut gramatika bahasa Arab kedudukannya sebagai “haal” (menjelaskan keadaan), kata ganti هو kembali kepada kata: القتال (peperangan) dan tidak kembali kepada الكتابة (diwajibkan); karena umat Islam tidak membenci semua apa yang Alloh wajibkan kepada mereka, akan tetapi mereka membenci peperangan dilihat dari sisi naluri kemanusiaannya. Tentu berbeda pernyataan seperti: “Kami membenci apa yang Alloh wajibkan dari peperangan tersebut”, dengan “Kami membenci peperangan”, membenci peperangan adalah hal yang wajar, karena manusia itu benci untuk memerangi seseorang kemudian sampai membunuhnya, akan tetapi jika peperangan itu telah diwajibkan kepada kami, maka peperangan itu berubah menjadi yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain. Dari sisi bahwa Alloh telah mewajibkan kepada kita maka hal itu dicintai; oleh karenanya para sahabat –ridhwanullahi ‘alaihim- kala itu berkali-kali mendatangi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk ikut berperang, namun dari sisi penolakan jiwa maka peperangan itu kami membencinya”. Beliau juga berkata ketika menjelaskan beberapa pelajaran dari ayat di atas, di antaranya adalah: “Tidak masalah bagi seseorang jika membenci apa yang diwajibkan, tidak dari sisi membenci perintah Alloh kepadanya, akan tetapi membencinya karena kemanusiaan. Adapun dari sisi perintah Alloh maka semuanya wajib ridho dan melapangkan dadanya”. (Tafsir al Qur’an li Ibni Utsaimin) Beliau –rahimahullah- juga berkata pada tempat lain: “Firman Alloh: (وهو كره لكم) wajib diketahui bahwa kata ganti وهو itu kembali kepada القتال (peperangan) tidak kembali kepada الكتابة (diwajibkan); karena para sahabat tidak mungkin membenci perintah Alloh, akan tetapi mereka membenci pembunuhan, resiko memerangi akan membunuh. Tentu berbeda antara seseorang membenci hukum Alloh dan membenci sesuatu yang dihukumi (peperangan tersebut)”. (Mu’allafaat Syeikh Ibnu Utsaimin: 2/438) Kesimpulan: Wanita yang beriman wajib ridho kepada syari’at Alloh yang namanya poligami, dan hendaknya dibalik syari’at tersebut ada hikmah dan kebaikan, dan jangan membenci hukum dan syari’at tersebut, meskipun jiwanya membenci dan menolak ada wanita lain yang bersama suaminya, seperti halnya bencinya manusia pada peperangan, demikian juga bencinya jiwa manusia yang terusik dari tidurnya menuju kamar mandi untuk berwudhu dengan air yang dingin untuk mendirikan shalat subuh, puasa pada saat cuaca sangat panas, atau yang lainnya yang mengandung kesulitan yang serupa, akan tetapi semua itu bagi seorang hamba yang taat akan memaksa diri untuk melakukannya karena cintanya kepad Alloh, ridho dan berserah diri kepada syari’at-Nya. Oleh karena itu sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhori: 6487 dan Muslim: 2823 dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ ، وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ “Surga itu dikelilingi oleh sesuatu yang dibenci, sementara neraka itu dikelilingi oleh syahwat”. Imam Nawawi –rahimahullah- berkata pada Syarah Muslimnya: “Yang termasuk “makarih” (sesuatu yang dibenci) adalah kesungguhan dalam beribadah, menjaga tepat waktu melakukannya, sabar atas kesulitannya, menahan amarah, mudah memaafkan, santun, bersedekah, berbuat baik kepada orang yang memperlakukannya dengan buruk, sabar menahan syahwat, dan lain sebagainya”. Contoh lain dari sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: (أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا : بَلَى ، يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ : إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ ، فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ) رواه مسلم (251) من حديث أبي هريرة “Tidakkah kalian mau aku tunjukkan apa saja yang Alloh akan menghapu dengannya semua kesalahan dan mengangkat dengannya derajat kalian ?, mereka menjawab: Tentu, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu’ pada saat membencinya, memperbanyak langkah menuju masjid, menunggu masukknya waktu shalat setelah shalat yang lain, maka ketiga-tiganya itu adalah ribath (seperti menjaga di pos peperangan)”. (HR. Muslim: 251 dari hadits Abu Hurairah) An Nawawi –rahimahullah- berkata: “Makarih yang dimaksud adalah pada saat cuaca sangat dingin dan pada saat tubuh jatuh sakit atau yang lainnya”. Baca juga jawaban soal nomor: 10991 Wallahu a’lam. http://islamqa.info/id/148099 hirano |
|
|
Dec 3 2015, 04:25 AM
Return to original view | Post
#10
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
It is mentioned in the book Oddatud Dai that Imam Ja’far as-Sadiq (a.s.) asked his son,
“How much amount is there for household expenses?” “Forty Dinars,” replied the son. Imam (a.s.) told him give in charity all the forty Dinars. The son said that there was nothing else apart from the forty Dinars. Imam (a.s.) said, “You donate all of it in charity, the Almighty Allah will recompense it. Don’t you know that there is a key to everything? And the key to sustenance is Sadaqah.” His son Muhammad gave away the forty Dinars in charity, Ten days had hardly passed when Imam (a.s.) received four thousand Dinars. He told his son, “O Son! We had given forty Dinars and Allah gave us four thousand in return.” |
|
|
Dec 4 2015, 01:28 AM
Return to original view | Post
#11
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
QUOTE(mrtresynth @ Dec 4 2015, 12:02 AM) QUOTE(xein @ Dec 4 2015, 12:13 AM) manada. klu ko sempat rakaat kedua sebelum imam bgn rukuk kena tambah 1 rakaat jeklu imam dah bgn rukuk baru tambah 4 rakaat https://www.youtube.com/watch?v=VJSxPgp9MLI https://www.youtube.com/watch?v=PAL9EQdv-t0 https://www.google.com/webhp?sourceid=chrom...at+kedua+jumaat |
|
|
Dec 4 2015, 10:19 PM
Return to original view | Post
#12
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
apa korang paham ttg takdir?
|
|
|
Jan 1 2016, 05:40 PM
Return to original view | Post
#13
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
![]() This post has been edited by hambaallah: Jan 1 2016, 05:47 PM |
|
|
|
|
|
Jan 3 2016, 03:09 AM
Return to original view | Post
#14
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
Hukum Jualan Kosmetik
Sep 26, 2011 Nasehat untuk Pedagang dan Pengusaha, Tanya Jawab Syariah, Fikih Kontemporer, Artikel 0 Pertanyaan, “Apa hukum menjual kosmetik wanita?” Jawaban, “Tidak diperbolehkan menjual kosmetik yang salah satu unsur pembuatnya adalah janin manusia, tali pusar bayi dan semisalnya karena menjadikan bagian dari tubuh manusia sebagai salah satu unsur pembuatan kosmetik adalah tindakan melampaui batas terhadap anggota badan manusia yang ini merupakan perbuatan haram berdasarkan berbagai dalil syariat. Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperdagangkan kosmetik yang salah satu unsur pembuatannya adalah babi atau membagai macam bangkai itu semua adalah najis. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa barang yang tidak boleh diambil manfaatnya itu tidak sah jika diperjualbelikan semisa khamar, babi, bangkai dll. Landasan hukum untuk kaedah di atas adalah sabda Nabi, «إِنَّ الله وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخمْرِ وَالميْتَةِ وَالخنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ» ثمَّ قال عند ذلك: «قَاتَلَ اللهُ اليَهُودَ إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ(١1) ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ» “Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung”. Kemudian Nabi mengatakan, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai mereka menjadikan lemak bangkai sebagai minyak lantas menjualnya dan menikmati hasil penjualannya” [HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah]. Para ulama pun telah bersepakat akan haramnya pemanfaatan lemak bangkai, pemanfaatan babi dan minyak-minyak yang bercampur dengan najis pada makanan manusia atau pun sekedar dioleskan atau dilumurkan ke badan. Dua macam pemanfaatan ini haram hukumnya sebagaimana haramnya mengonsumsi bangkai dan mengolesi badan dengan najis. Dalilnya adalah firman Allah, [قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ﴾[الأنعام: 145] Yang artinya, “Katakanlah, tidaklah kujumpai dalam wahyu yang diberikan kepadaku adanya makanan yang haram melainkan bangkai, darah memancar atau daging babi. Itu semua adalah najis” [QS al An’am:145]. Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperjualbelikan kosmetik yang menyebabkan rusaknya wajah semisal menimbulkan noda hitam di wajah atau pun menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit pada bagian tubuh yang lain dikarenakan kosmetik tersebut mengandung materi kimiawi yang merusak kulit. Segala sesuatu yang membahayakan itu terlarang digunakan dan terlarang untuk diperjualbelikan karena Nabi bersabda, «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ» “Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau pun orang lain” [HR Ibnu Majah dari Ibnu Abbas. Dinilai sahih oleh al Albani di al Irwa’]. Jika sebuah kosmetik itu bersih dari unsur yang haram, najis atau membahayakan badan maka pada dasarnya boleh dipergunakan oleh para wanita selama wanita tersebut hanya menampakkan kosmetik tersebut kepada orang-orang tertentu yang Allah izinkan. Termasuk kosmetik dalam hal ini adalah berbagai bentuk parfum. Akan tetapi seorang muslimah haram memakai parfum dalam tiga keadaan: Pertama, saat dalam kondisi ihram haji atau umroh. Dalilnya adalah sabda Nabi mengenai orang yang dalam kondisi berihram «…وَلاَ تَلْبَسُوا شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانُ وَلاَ الوَرْسُ» “Tidak boleh memakai kain yang dicelup dengan za’faran atau waras [nama parfum dan pewarna kain, pent]” [HR Bukhari dari Ibnu Umar]. Ketentuan yang ada dalam hadits tersebut bersifat umum sehingga berlaku untuk laki-laki maupun perempuan. Kedua, saat berkabung karena meninggalnya suami. Nabi bersabda, «لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا» “Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung [baca: tidak berparfum, pent] atas meninggalkan seseorang lebih dari tiga hari kecuali jika yang meninggal adalah suaminya maka dia wajib berkabung selama empat bulan sepuluh hari” [HR Bukhari dan Muslim dari Ummu Habibah]. Ketiga, ketika keluar rumah meski dengan tujuan mau ke masjid. Jika hendak keluar rumah seorang muslimah harus menghilangkan bau parfum yang melekat pada badannya. Seorang muslimah yang keluar rumah dalam keadaan memakai parfum dan dalam keadaan berhias itu tergolong dosa besar meski diizinkan oleh suami mengingat sabda Nabi, «أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ» “Jika seorang wanita mengenakan parfum lantas melewati sekumpulan laki-laki dengan maksud agar mereka mencium semerbak wangi dirinya maka dia adalah pelacur” [HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Musa al Asy’ari, dinilai sahih oleh al Albani dan dinilai hasan oleh Muqbil al Wadi’i]. Nabi juga bersabda, «إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ المسْجِدَ، فَلاَ تَمَسَّ طِيبًا» “Jika salah satu kalian, para muslimah, mau pergi ke masjid maka janganlah dia memaki parfum” [HR Muslim dari Zainab, istri dari Abdullah bin Mas’ud]. Seharusnya seorang muslimah itu berdandan dan memakai parfum hanya untuk suaminya ketika berada di rumah, bukan ketika keluar rumah tempat mana pun yang akan dia tuju. Hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan bisa kita rinci sebagai berikut: Pertama, berjual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan seorang wanita yang kita ketahui dia akan menggunakan kosmetik yang dia beli untuk dipamerkan di luar rumah, dalam kondisi ini jual beli hukumnya terlarang karena tergolong tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran syariat mengingat sabda Nabi, «مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ» “Tidaklah kutinggalkan setelah kematian suatu sumber penyimpangan yang lebih berbahaya bagi laki-laki dibandingkan wanita” [HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid]. Nabi juga bersabda, «فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةَ بَنِي إِسْرَائيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ» “Waspadalah dengan godaan dunia dan waspadalah dengan godaan wanita karena sesungguhnya kerusakan Bani Israil itu pertama kali disebabkan oleh wanita” [HR Muslim dari Abu Said al Khudri]. Kedua, jual beli alat kecantikan dengan wanita yang kita ketahui dia hanya akan mempergunakan apa yang dia beli untuk berdandan dan berhias yang dibenarkan oleh syariat, hukum jual beli ini tentu saja tidak mengapa. Ketiga, jika kita tidak tahu secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dilakukan oleh pembeli dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli, hukum jual beli dalam kondisi ini perlu dirinci sebagai berikut dengan menimbang kondisi yang dominan di masyarakat terkait penggunaan kosmetik dan alat kecantikan: jika mayoritas anggota masyarakat menggunakannya untuk berhias dan berdandan yang dibenarkan oleh syariat maka hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dia pilih itu diperbolehkan. Namun jika umumnya anggota masyarakat menggunakannya dengan penggunaan yang tergolong melanggar syariat maka tidak boleh berjual beli dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti akan menggunakan apa yang dia beli dalam penggunaan yang tidak melanggar syariat. Dua rincian ini ditetapkan dengan menimbang kaedah dalam ilmu fikih: «الحُكْمَ لِلْغاَلبِ،ِ وَالنَّادِرُ لاَ حُكْمَ لَهُ» “Penilaian itu mengacu kepada unsur yang dominan. Hal yang langka-langka terjadi itu tidak mempengaruhi penilaian” «مُعْظَمُ الشَّيْءِ يَقُومُ مَقَامَ كُلِّهِ» “Unsur dari sesuatu yang paling mendominasi itu kita statuskan sebagaimana sesuatu itu sendiri”. Al Qarafi al Maliki mengatakan, “Pada dasarnya yang menjadi acuan penilaian yang hal yang dominan. Itulah yang lebih didahulukan dari pada hal yang langka terjadi. Inilah kaedah syariat sehingga kita menangkan unsur yang dominan terkait kesucian air dan transaksi yang dilakukan oleh kaum muslimin. Demikian pula persaksian menyudutkan seorang terhadap musuhnya itu tidak dianggap karena mayoritas tindakan orang yang menjadi musuh itu berupaya menzalimi musuhnya. Sangat banyak contoh penerapan kaedah di atas dalam berbagai hukum syariat sampai-sampai tidak bisa kita hitung karena demikian banyaknya contoh tersebut”[al Furuq 4/104]. Jika kondisi masyarakat adalah kondisi yang kedua maka dalam kondisi ini yang terbaik baik pedagang kosmetik dan alat kecantikan -jika tidak mampu menyaring konsumen yang dilayani- adalah beralih profesi kepada profesi yang lebih selamat secara tinjauan agama meski kurang menjanjikan keuntungan. Namun jika pelanggaran syariat soal berdandan dan berhias di suatu masyarakat itu jarang terjadi dan tidak menyebar luas dan penjual tidak tahu pasti kondisi konsumennya maka dalam kondisi ini penjual boleh menjual barang dagangannya kepada konsumen tersebut dengan pertimbangan bahwa umumnya anggota masyarakat tidak melakukan pelanggaran dalam masalah ini. Meski demikian jika ada konsumen yang kondisi lahiriahnya sangat diragukan apakah dia tidak akan melanggar syariat dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli maka penjual hendaknya tidak melayani konsumen semacam itu dalam rangka mengamalkan hadits Nabi, «دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ» “Tinggalkan hal-hal yang meragukan dan lakukan saja hal-hal yang tidak meragukan” [HR Tirmidzi, Nasai da Ahmad dari al Hasan bin Ali, dinilai sahih oleh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq beliau untuk Musnad Ahmad, al Albani di al Irwa dan Muqbil al Wadii dalam as Sahih al Musnad]. Perlu diketahui bahwa transaksi jual beli kosmetik dan alat kecantikan yang mubah tidaklah sah jika dilakukan bersama orang yang kita ketahui akan menggunakannya dalam kemaksiatan atau menggunakannya dalam hal yang Allah haramkan meski ketika itu penjual memberikan nasihat kepada pembeli atau calon pembelinya tersebut agar tidak mempergunakan barang yang dibeli untuk bermaksiat karena pada dasarnya kita nilai orang tersebut berdasarkan kondisinya yang sudah sudah sampai ada fakta bahwa orang tersebut sudah berubah. Sedangkan adanya nasihat dalam kondisi ini bukanlah fakta dan bukti bahwa dia telah berubah karena nasihat itu boleh jadi diterima atau tidak diterima. Sehingga tidak mungkin mengadakan transaksi jual beli yang sah dengan orang tersebut sampai terdapat bukti bahwa kondisi konsumen sudah berubah karena dia mau menerima nasihat dan mengamalkannya”. Referensi: http://www.ferkous.com/rep/Bi163.php Artikel www.PengusahaMuslim.com This post has been edited by hambaallah: Jan 3 2016, 03:11 AM |
|
|
Jan 6 2016, 06:37 PM
Return to original view | Post
#15
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
kenapa dividen asb bukan riba?
|
|
|
Jan 6 2016, 11:47 PM
Return to original view | Post
#16
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
Selain itu, sebarang pelaburan yang mempunyai elemen seperti ini (jaminan modal oleh si pengusaha atau jaminan untung atau kedua-daunya sekali) adalah sebenarnya pinjaman dengan riba (dalam bentuk untung dan modal yang dijamin, ia adalah sama dengan orang memberi pinjam duitnya kepada individu B, pada tempoh tertentu, modal mesti terjamin, untung juga terjamin).
Jaminan pulangan ini menjadikan ia berteraskan konsep pinjaman wang dengan faedah (interest) yang dijamin. Ia adalah haram secara sepakat. sumber: http://zaharuddin.net/pelaburan-&-perniaga...sb-jawapan.html Objektif Untuk menjana pulangan jangka panjang yang kompetitif dan konsisten kepada pemegang-pemegang unit di samping memastikan pengekalan modal pada tahap toleransi risiko yang minimum. sumber: http://www.asnb.com.my/v3_/asnbv2_2funds.php#asb » Click to show Spoiler - click again to hide... « Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ( Al-Baqarah : 275 ) This post has been edited by hambaallah: Jan 6 2016, 11:47 PM |
|
|
Jan 7 2016, 12:56 AM
Return to original view | Post
#17
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
if malas dgr the first 3 minutes
This post has been edited by hambaallah: Jan 7 2016, 01:01 AM |
|
|
Jan 12 2016, 01:11 AM
Return to original view | Post
#18
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
|
|
|
Jan 17 2016, 08:14 AM
Return to original view | Post
#19
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
Sahl bin Abdullah berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).
Allah menciptakan seorang hamba dengan sifat berdosa karena ada maslahat yang sangat Allah cintai, yaitu bertaubatnya dan kembalinya sang hamba kepada Allah. Sungguh Allah sangat gembira dengan bertaubatnya seorang hamba, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : لله أشد فرحا بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان على راحلته بأرض فلاة فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها فأتى شجرة فاضطجع في ظلها قد أيس من راحلته فبينا هو كذلك إذا هو بها قائمة عنده فأخذ بخطامها ثم قال من شدة الفرح اللهم أنت عبدي وأنا ربك أخطأ من شدة الفرح "Sungguh Allah lebih bergembira dengan taubat hambaNya tatkala bertaubat kepadaNya, daripada gembiranya salah seorang dari kalian yang bersama tunggangannya di padang pasir tiba-tiba tunggangannya tersebut hilang, padahal makanan dan minuman (perbekalan safarnya) berada di tunggangannya tersebut. Ia pun telah putus asa dari tunggangannya tersebut, lalu iapun mendatangi sebuah pohon lalu berbaring dibawah pohon tersebut (menunggu ajal menjemputnya-pen). Tatkala ia sedang demikian tiba-tiba tunggangannya muncul kembali dan masih ada perbekalannya, maka iapun segera memegang tali kekang tunggangannya, lalu ia berkata karena sangat gembiranya, "Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu" Ia salah berucap karena sangat gembiranya" (HR Muslim 2747) Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan bahwa memang diantara tujuan penciptaan manusia adalah Allah menjadikan mereka makhluk yg pasti berdosa agar mereka bertaubat, beliau berkata: وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, kalau kalian tidak berdosa maka Allah akan menjadikan kalian sirna, lalu Allah akan mendatangkan suatu kaum yg mereka berdosa lalu mereka bertaubat kepada Allah lalu Allah mengampuni mereka" (HR Muslim no 7141) |
|
|
Jan 22 2016, 11:02 AM
Return to original view | Post
#20
|
![]()
Junior Member
16 posts Joined: Mar 2012 |
"Those who are living in Hell are happier there than they would be in this world, for in Hell their awareness turns to God, while in this world they forget. Nothing is sweeter than the awareness of God. Therefore, their desire to return to this world is to work and carry out deeds so that they can witness the manifestation of Divine grace, not because this world is a happier place than Hell.
"Hypocrites are consigned to the lowest place in Hell, because they were shown the true imaan but their kufr was stronger. They did nothing with the gift they were given. Their punishment is more severe so they can become aware of God. To the kuffar, imaan never came. Their unbelief is not as strong, and so they become aware through less punishment. Between pants with dust upon them, and a carpet with dust, the trousers only need one person to shake them a little to become clean, while it takes four people shaking the rug violently to rid the carpet of its dust." (Fihi Ma Fihi, Discourse 65) |
|
Topic ClosedOptions
|
| Change to: | 0.1421sec
0.41
7 queries
GZIP Disabled
Time is now: 17th December 2025 - 05:56 AM |