Welcome Guest ( Log In | Register )

Bump Topic Topic Closed RSS Feed
17 Pages « < 3 4 5 6 7 > » Bottom

Outline · [ Standard ] · Linear+

 Muslim Group

views
     
abu.shofwan
post May 10 2016, 08:07 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(xein @ May 9 2016, 11:21 PM)
Bukan dia lahir 1 januari ke?
*
as far as i know, there is no definitive/concrete evidence of the birth date of our prophet Isa Alayhissalaam. this is likely because birthdays were not really significant celebrations during those day and age (as it was in Islam - the Islamic calendar was not even invented until after our prophet Muhammad PBUH passed away).
abu.shofwan
post May 13 2016, 12:55 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(jakal sombong @ May 12 2016, 11:04 PM)
bukan pasal terpesong akidah dan sebagainya , tapi apa yg boleh dan apa yg tak.
terpulanglah pada kita untuk terima.
pasal akhir zaman nanti nabi dah pesan nak amal agama nie macam orang pegang bara api.
susah sangat . dan orang2 yang betul2 ikut sunnah dan amal agama macam mana nabi bawa
akan sangat kurang dan terpinggir.

islam nama cara hidup , dan Allah adalah nama tuhan .
and i take it the proper way is following the quran and the sunnah. not up to our intrepertation that is frail and limited in its views.
*
true that.
know that if you want to be able to interpret the quran or sunnah (i.e. draw lessons from its meaning, not just translate), you have to be ulama first.

so i have this mentality when i hear "pada pendapat saya bla-bla-bla" or similar terms or saying that "research has proven bla-bla-bla", that i will respect the person but ignore whatever it is that they are saying. no offense, of course - i still respect the person. however i will listen, more often than not - very closely, if someone says "according to this or that hadis bla-bla-bla"

so despite (for example) an ustad saying that the number of rakaat in sholat dhuha is 12 so that you get a palace in heavens, i ignore him if he does not say the dalil - and try to find out myself.
(Ref. for info; turns out, this hadis of 12 rakaat is weak. the said hadis is recorded by Tirmidzi, Ibn Majah, and Al-Mundziri. considered as weak by Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani and more recently by Syaikh Al-Albani)
abu.shofwan
post May 13 2016, 06:55 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(xein @ May 13 2016, 04:32 PM)
Duha minimum is 2 rakaat.
If you want to do more is up to you.
Of course 12 rakaat does not guarantee going to heaven. After all you still need taubat and deeds accepted by allah.
*
Yup, the minimum is 2
My example was when I heard the Ustadz saying 12 will get u a palace in heaven and didn't say the source of the info. I didn't take it at face value and checked it later on. and it turned out that there is a hadis like that, but it was weak so you cannot say that there will be a palace waiting for you in heaven.
Assuming it was sohih, though, it only means that the palace is there. Whether u can go straight to it, or have to spend time in hell first, is a separate matter. You still need taubat, deeds accepted, sins forgiven, etc.
abu.shofwan
post May 17 2016, 01:56 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


depends on the imam, i just follow.
if it's 8+3, then it's 11
if it's 18+3, then it's 21
as far as i know, there is no upper limit set for this in terms of rakaat, i.e. basically you can perform the tarawih from isya until you eat before dawn/fajr.
the hadits goes something like "sholatul layl, matsna-matsna" or "the night prayer is done in sets of twos" (notice no limit is specified). this is the founding rule.
there are other hadits or atsar that say it is performed in 11 (bukhari & muslim), 13 (see fathul bari), 21 (at the time of Umar) (note that i remember only these three, there may be others too)
but these do not give limitation.
so it can be interpreted that occasionally, it is performed 11, sometimes 13, and other times 21.
abu.shofwan
post May 26 2016, 11:52 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


i read something on this sometime back (way back)...

couldnt find it anymore, but found the below instead
source: https://konsultasisyariah.com/17206-status-...enal-islam.html

Ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang tidak memahami syariat semasa hidupnya di dunia, ketika dia dihisab di hari akhir. Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini, orang yang belum sampai kepadanya dakwah Islam, dia akan diuji oleh Allah dengan suatu perintah. Siapa yang sanggup taat pada perintah ini maka Allah akan selamatkan dia. Sebaliknya, jika dia enggan dan membangkang maka dia akan dicampakkan di neraka. Pendapat ini didukung beberapa dalil, diantaranya,

Firman Allah,

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً

“Aku tidak akan memberikan adzab, sampai Aku mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra’: 15).

Makna ayat ini ditegaskan dengan hadis dari Al-Aswad bin Sari’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرَمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ، فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ، فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا

Ada 4 jenis manusia (yang akan diuji) pada hari kiamat: orang budeg yang sama sekali tidak bisa mendengar apapun, orang ideot, orang pikun, dan orang yang hidup di zaman fatrah (belum mendengar dakwah islam). Orang budeg beralasan: ‘Ya Allah, islam datang, namun aku sama sekali tidak bisa mendengar dakwah islam.’ Orang ideot beralasan, ‘Ya Allah, islam datang, sementara anak-anak melempariku dengan kotoran (karena gila).’ Orang pikun beralasan, ‘Ya Allah, islam datang dan aku tidak paham sama sekali.’ Dan orang yang hidup di zaman fatrah mengatakan, ‘Ya Allah, belum ada seorangpun utusan-Mu yang datang kepadaku.’

Kemudian Allah mengambil janji kepada mereka bahwa mereka wajib mentaati-Nya. Kemudian datang perintah kepada mereka, bahwa mereka semua harus masuk ke dalam neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, andai mereka masuk ke dalam neraka itu, tentu mereka akan mendapatkan rasa dingin dan keselamatan.” (HR. Ahmad 16301. Syuaib al-Arnauth menilai: Hadis Hasan).
abu.shofwan
post May 26 2016, 11:53 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


a similar discussion (english version) can be found here:

https://islamqa.info/en/1244
abu.shofwan
post Jun 9 2016, 12:55 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(EarendurFefalas @ Jun 9 2016, 03:14 AM)
Seems like yes

sos: http://soalsolatumum.blogspot.my/2010/05/q...elum-tidur.html

Solat Tahajjud adalah solat malam yang dilaksanakan setelah bangun tidur
sos: https://shafiqolbu.wordpress.com/solat-suna...sunat-tahajjud/

Solat malam terbahagi kepada dua kategori; solat sebelum tidur dan solat selepas tidur. Kedua-duanya adalah qiamullail.
sos: http://www.sinarharian.com.my/rencana/qiam...ad-saw-1.253274

Bagi aku buat ikut kemampuan je, walaupon tak dapat tahajjud tapi dapat "solat malam"

sos: https://shafiqolbu.wordpress.com/solat-suna...sunat-tahajjud/

plus, jangan lupa solat witir, boleh buat sebelum or selepas tidur ikut kemampuan

sos: https://visitor74.com/2013/08/09/sahih-bukh...i-dalam-masjid/
*
I'd like to add something - especially to remind myself:

Let's not forget that Allah will descend to the heavens in the last third of each night, based on authentic hadeeth (see Hadits An-Nuzul at the end).

It is the time that He will listen to our supplications, grant forgiveness, etc.

From the general language of the hadits An-Nuzul, this benefit is there for the taking to anyone who is awake (Regardless of whether or not we have slept prior to this moment). Hence, either tahajjud or qiyamul-lail will reap this benefit.

On the other hand, by literal meaning of the hadits An-Nuzul, if you sleep and wake up before such timing, you will have performed tahajjud (according to previous definition of tahajjud), but you miss out on the opportunity to reap the benefits of the hadits An-Nuzul.

reference hadits:
TAKHRIJ HADITS AN-NUZUL

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ الأَخِيْرِ يَقُوْلُ : مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ, مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ, مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, (kemudian) Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.’”

Hadits ini dinukil dengan sanad yang shahih dari generasi ke generasi dan mencapai derajat mutawatir, karena hadits ini diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi, diantaranya:

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu,
2. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu,
3. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
4. Jubair bin Muth’im radhiyallahu’anhu,
5. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu’anhu,
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu,
7. Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu,
8. Amru bin ‘Abasah radhiyallahu’anhu,
9. Rifa’ah bin ‘Arabah Al-Juhani radhiyallahu’anhu,
10. Utsman bin Abi ‘Ash Ats-Tsaqafi radhiyallahu’anhu,

and so on (so many sahabat).

Hadits ini dikeluarkan oleh sekelompok ulama ahli hadits, diantaranya:

1. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab At-Tahajud, bab Ad-Du’a fish Shalah min Akhiril Lail, no. 1145; kitab Ad-Da’awat, bab Ad-Du’a Nishfu Al-Lail, no. 6321; dan kitab At-Tauhid, bab Qaul Allahu Ta’ala: Yuriduna An Yubaddilu Kalam Allah, no. 7494.

2. Muslim dalam Shahih-nya, kitab Shalatul Musafirin wa Qasriha, bab At-Targhib fid Du’a wal Dzikri fil Akhiril Lail wal Ijabati Fihi, no. 758.

3. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Ash-Shalah, bab Ma Ja’a Fi Nuzulir Rabbi Tabaraka wa Ta’ala Ilas Sama’i Ad-Dunya Kulla Lailah, no. 446; kitab Ad-Da’awat ‘An Rasulillah, bab Ma Ja’a Fi ‘Aqdit Tasbih Bil Yad, no. 3498.

4. Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Ash-Shalah, bab Ayyu Lail Afdhal?, no. 1315; dan kitab As-Sunnah, bab Ar-Raddu ‘Alal Jahmiyyah, no. 4733.

and so on...
abu.shofwan
post Jun 20 2016, 02:34 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(EarendurFefalas @ Jun 20 2016, 02:30 PM)
actually i still not clear what will be the conference about?
issit the ustaz will tell about akhir zaman according to hadis? or more than that?
not much time to read lul, you post you cerita lah  laugh.gif
*
That makes two of us, I also donno what it's all about.

Some explanation would be much appreciated, yaa akhi.
abu.shofwan
post Jul 19 2016, 12:02 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


Pertanyaan:
Pada suatu hari saya mengundang beberapa sahabat dan rekan kerja saya makan siang. Tatkala mereka datang, saya sajikan hidangan makan siang untuk mereka yang di dalamnya ada ayam panggang yang kami masak sendiri di rumah. Saya ditanya oleh salah seorang dari mereka yang dikenal dengan komitmennya kepada agama, apakah ayam panggang ini produk dalam negeri atau impor? Maka saya jelaskan bahwasanya ayam tersebut import dan kalau tidak keliru berasal dari Prancis. Maka orang itu tidak mau memakannya. Saya bertanya kepadanya, kenapa? Ia jawab dengan mengatakan, ini haram! Maka saya katakan: Dari mana anda mengambil kesimpulan ini? Ia menjawab dengan mengatakan: Saya dengar dari sebagian masyayikh (ulama) yang berpendapat demikian. Maka saya berharap penjelasan hukum syar'i yang sebenarnya di dalam masalah ini dari Syaikh yang terhormat.

Jawaban:
Ayam impor dari negara asing, yakni non muslim, jika yang menyembelihnya adalah ahlu kitab, yaitu Yahudi atau Nasrani maka boleh dimakan dan tidak sepantasnya dipertanyakan bagaimana cara penyembelihannya atau apakah disembelih atas nama Allah atau tidak? Yang demikian itu karena Nabi -sholallaahu'alaihi wasallam- pernah makan daging domba yang dihadiahkan oleh seorang perempuan Yahudi kepadanya di Khaibar (Muttafaq 'Alaih), dan beliau juga memakan makanan ketika beliau diundang oleh seorang Yahudi, yang di dalam makan itu ada sepotong gajih (Imam Al-Bukhari.Lihat pula Fathul Bari tentang masalah ini, apakah orang Yahudi yang mengundang beliau ataukah Anas yang menghidangkannya, ataukah orang Yahudi itu yang menyuruh Anas untuk mengundangnya, sebagaimana di dalam riwayat yang lain.) dan beliau tidak menanyakan bagaimana mereka menyembelihnya atau apakah disembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak?!

Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan: "Bahwasanya ada sekelompok orang berkata kepada Nabi -sholallaahu'alaihi wasallam-. Sesungguhnya ada suatu kaum yang dating kepada kami dengan membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah atau tidak. Maka beliau menjawab, "Bacalah bismillah atasnya oleh kamu dan makanlah." Aisyah -rodhiallaahu'anhu- berkata: Mereka pada saat itu masih baru meninggalkan kekafiran.

Di dalam hadits-hadits di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tidak selayaknya (bagi kita) mempertanyakan tentang bagaimana sebenarnya penyembelihannya jika yang melakukannya orang yang diakui kewenangannya. Ini adalah merupakan hikmah dari Allah dan kemudahan dariNya; sebab jika manusia dituntut untuk menggali syarat-syarat mengenai wewenang yang sah yang mereka terima, niscaya hal itu akan menimbulkan kesulitan dan membebani diri sehingga menyebabkan syariat ini menjadi syariat yang sulit dan memberatkan.

Adapun kalau hewan potong itu datang dari negara asing dan orang yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal sembelihannya, seperti orang-orang majusi dan penyembah berhala serta orang-orang yang tidak menganut ajaran suatu agama (atheis), maka ia tidak boleh dimakan, sebab Allah -subhanahu wata'ala- tidak membolehkan sembelihan selain kaum Muslimin, kecuali orang-orang ahlu kitab yaitu Yahudi dan Nasrani. Apabila kita meragukan orang yang menyembelihnya, apakah berasal dari orang yang halal sembelihannya ataukah tidak, maka yang demikian itu tidak apa-apa. Para Fuqaha (ahli fiqih) berkata: "Apabila anda menemukan sembelihan dibuang di suatu tempat yang sembelihan mayoritas penduduknya halal, maka sembelihan itu halal", hanya saja dalam kondisi seperti ini kita harus menghindari dan mencari makanan yang tidak ada keraguannya. Sebagai contoh: Kalau ada daging yang berasal dari orang-orang yang halal sembelihannya, lalu sebagian mereka ada yang menyembelih secara syar'i dan pemotongan benar-benar dilakukan dengan benda tajam, bukan dengan kuku atau gigi; dan sebagian lagi ada yang menyembelih secara tidak syar'i, sedangkan mayoritas yang berlaku adalah penyembelihan secara sysar'i, maka tidak apa memakan sembelihan yang berasal dari tempat itu bersandarkan kepada yang mayoritas, akan tetapi sebaiknya menghindarinya karena sikap hati-hati.

Reference:
Ibnu Utsaimin: Majalah Al-Muslimun, edisi 2.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, hal 400-401, Penerbit Darul Haq
abu.shofwan
post Jul 19 2016, 12:29 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(EarendurFefalas @ Jul 19 2016, 12:14 PM)
problem sekarang, kita tak sure haiwan tu mati disembelih atau tidak
*
i read the fatwa as saying that if it came from a place where "sembelih" is normal, than it is acceptable to eat on the assumption that it was. if in doubt whether it was slaughtered by the name of Allah, we say "Bismillaah" before eating it and this suffice. however, if it came from non-ahlul kitab people, i.e. the meat is produced/cut by them (not bought in Giant with a halal certified slaughter house la), then we cannot eat at all costs.

there is a principle that say "bertakwalah kamu sedaya upaya kamu" (QS At-taghobun: 16 - iQuran translation). if we have exhausted our efforts in determining something, in this case whether or not the meat is halal, and made our conclusion (one we are content with), then this principle applies.

this is how i read the fatwa.

and Allah knows best.
abu.shofwan
post Jul 19 2016, 12:55 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(EarendurFefalas @ Jul 19 2016, 12:38 PM)
wait i thought (eg: ciken) must be die from sembelih from muslim/ahlikitab
while the rest eg: potong 12 dazen care, right?
*
I was trying to say the same thing. Only added that for ahlul kitab, they may or may not say Bismillaah anymore, so we say it before we eat it.
Sorry for being unclear. Afwan ya akhi.
By the way, watched life below zero a few weeks back (before puasa) and saw it on the show this guy (I assume was a Christian) sembelih his game (a dear or something) and I couldn't see whether he said Bismillaah or not ;-)
Hence the added point on saying Bismillaah before eating.

Also, don't forget my disclaimer that this is how I take the fatwa, since it was not delivered directly to me, and should not be taken as official interpretation of the fatwa itself.
abu.shofwan
post Jul 20 2016, 08:35 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


Found these:
1. Syaikh Al-Utsaimin
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Fadilatusy Syaikh ditanya: Apa alasan dilarangnya pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa? Dan apakah ini khusus untuk puasa sunnah saja atau umum bagi puasa qadha juga?

Maka Asy-Syaikh menjawab:

Telah tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

“Janganlah kalian khususkan hari Jum’at dengan berpuasa, dan tidaklah pula malamnya untuk ditegakkan (shalat)”. (HR Muslim, Kitabus Shiam Bab Makruhnya Puasa Khusus di Hari Jum’at 1144).

Hikmah dalam larangan pengkhususan hari Jum’at dengan puasa adalah bahwa hari Jum’at merupakan hari raya dalam tujuh hari (seminggu-ed). Hari Jum’at juga merupakan salah satu hari raya dari tiga hari raya yang disyari’atkan. Di dalam Islam terdapat tiga hari raya: Hari raya Idul Fitri setelah Ramadhan, Hari Raya Idul Adhha, dan hari raya mingguan yaitu hari Jum’at. Ini merupakan salah satu alasan larangan mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa.

Selain itu hari Jum’at adalah hari dimana sudah sepantasnya bagi seorang laki-laki mengedepankan shalat Jum’at pada hari itu, menyibukkan diri dengan doa, dan berdzikir karena hari Jum’at ini serupa dengan hari Arafah yang tidak disyaratkan bagi jama’ah haji untuk berpuasa pada hari Arafah itu. Hal ini karena dia sibuk dengan doa dan dzikir. Dan telah diketahui pula bahwa ada ibadah-ibadah yang saling bertabrakan, dan mungkin untuk mendahulukan sebagiannya maka didahulukan ibadah yang tidak bisa ditunda dari ibadah yang bisa ditunda.

Jika seseorang berkata, “Jika alasannya karena hari Jum’at adalah hari raya dalam seminggu, maka ini mengharuskan puasanya haram sebagaimana di dua hari raya yang lain, tidak hanya dengan mengkhususkannya saja”

Kami katakan, “Sesungguhnya hari Jum’at berbeda dengan dua hari raya tersebut, karena hari Jum’at terulang sampai empat kali dalam sebulan. Oleh karena itu larangannya tidaklah sampai pada derajat haram. Di sana terdapat juga makna-makna lain pada dua hari raya yang tidak ditemukan pada hari Jum’at”.

Reference: https://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/0...-di-hari-jumat/

2. Syaikh bin Baz
Pertanyaan semacam ini pernah disampaikan kepada Imam Ibnu Baz, beliau menjelaskan:

Ya, boleh berpuasa pada hari jumat, baik puasa sunah maupun qadha, tidak masalah. Hanya saja, tidak boleh mengkhususkan hari jumat untuk puasa sunah. Namun jika dia berpuasa sehari sebelum atau sehari setelahnya, tidak masalah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يصومن أحد يوم الجمعة إلا أن يصوم يوماً قبله أو يوماً بعده

“Janganlah kalian berpuasa pada hari jumat, kecuali dia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Bukhari)


Selanjutnya beliau menegaskan,

المقصود المنهي عنه هو أن يصومه وحده تطوعاً، فرداً هذا هو المنهي عنه.

“Maksud dari larangan itu adalah berpuasa sunah pada hari jumat saja, itulah yang dilarang.”

http://www.binbaz.org.sa/mat/13464

Hal yang sama juga difatwakan oleh lembaga fatwa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih. Dinyatakan;

Disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي، ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام؛ إلاّ أن يكون في صوم يصومه أحدكم

“Janganlah kalian mengkhususkan malam jumat untuk tahajud, sementara malam yang lain tidak. Dan jangan mengkhususkan hari jumat untuk berpuasa tanpa hari yang lain. Kecuali jika puasa hari jumat itu bagian rangkaian puasa kalian.” (HR. Muslim)

Hadis ini menjadi dalil, makruhnya mengkhususkan hari jumat untuk puasa. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengecualian, itu boleh jika bertepatan dengan rangkaian puasa seseorang.


Sumber: https://konsultasisyariah.com/13476-hukum-p...hari-jumat.html
Reference: https://konsultasisyariah.com/13476-hukum-p...hari-jumat.html


abu.shofwan
post Aug 30 2016, 02:52 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(xein @ Aug 30 2016, 02:32 PM)
Tak payah argue. Angguk je pastu beredar.
*
I agree. It's not like they will take whatever argument you throw at them... unless you're a well known ustadz, that is.
There is no concrete evidence of a specific date/s being recommended. There is only tradition or perception of "good" date/s.
So even if you know for sure, just (pretend to?) listen and don't comment, much less encourage. much later on, maybe you can say something like... "actually, i tried asking ustad (or whatever) and was told that there is no date specified as good date..."

just my two cents...
abu.shofwan
post Sep 2 2016, 02:44 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


Puasa di Awal Dzulhijjah

Adapun dalil yang menunjukkan istimewanya puasa di awal Dzulhijjah karena dilakukan pula oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diceritakan dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 459)



abu.shofwan
post Sep 2 2016, 03:07 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(seiferalmercy @ Sep 2 2016, 03:01 PM)
nice share

puasa 9 hari tu boleh start mana-mana hari di awal zulhijjah ke ? apa ganjaran dia ?
*
Yes, not mandatory to fast on all 9 days. We can do puasa daud, or isnin-khamis...
But
At least try to fast on day 9 (day before the ied) because fasting on that day can bring you forgiveness of your sins for the past year (according to hadeeth recorded by Imam Muslim)
FYI, day 1 is tomorrow...
abu.shofwan
post Sep 5 2016, 08:51 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


MAKNA TAQLID
Secara bahasa taqlîd berarti meletakkan kalung di leher. Adapun secara istilah agama, para Ulama mendefinisikannya dengan kalimat-kalimat yang sedikit berbeda, namun intinya sama. Berikut adalah beberapa penjelasan Ulama tentang makna taqlîd:

1. Al-Amidi rahimahullah berkata, taqlîd adalah,

الْعَمَلُ بِقَوْلِ الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ حُجَّةٍ مُلْزِمَةٍ

Mengamalkan pendapat orang lain dengan tanpa ada hujjah/argumen yang mewajibkan (amalan itu-red). [Al-Ihkâm 4/221]

2. Imam Ibnu Qudâmah rahimahullah menjelaskan bahwa taqlîd adalah,

قَبُوْلُ قَوْلِ الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ حُجَّةٍ

Menerima perkataan orang lain dengan tanpa hujjah. [Raudhatun Nazhir, hlm. 205]

3. Ibnu Subki rahimahullah dalam kitab Jam’ul Jawâmi’ menyatakan bahwa taqlîd adalah,

أَخْذُ الْقَوْلِ مِنْ غَيْرِ مَعْرِفَةِ دَلِيْلِهِ

Mengambil suatu perkataan/pendapat tanpa mengetahui dalilnya.

4. Syaikh al-Kamal bin al-Humam rahimahullah dalam kitab At-Tahrîr, mendefinisikan taqlîd sebagai berikut:

اْلعَمَلُ بِقَوْلِ مَنْ لَيْسَ قَوْلُهُ إِحْدَى الْحُجَجِ بِلاَ حُجَّةٍ مِنْهَا

Mengamalkan pendapat orang yang perkataannya bukan termasuk hujjah dengan tanpa hujjah/dalil. [At-Tahrîr, hlm. 547; dinukil dari At-Taqlîd 1/8]



Sumber: https://almanhaj.or.id/3226-taqlid-yang-diharamkan.html
abu.shofwan
post Sep 5 2016, 08:59 AM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(xein @ Sep 5 2016, 08:55 AM)
Kalau yang mengikut hujah pula di panggil apa?
*
From the same Web page:

Sebagian orang tidak bisa membedakan antara ittibâ’ dengan taqlîd, padahal di antara keduanya terdapat perbedaan nyata.

Taqlîd adalah seseorang mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang lain dengan tanpa ada dalil yang mewajibkan perbuatan itu ataupun membolehkannya. Seperti seorang awam atau mujtahid mengambil dari orang awam, karena dalil tidak mewajibkan dan tidak membolehkannya. Kecuali orang awam yang mengambil dari mujtahid atau mujtahid yang mengambil pendapat mujtahid lain dalam keadaan-keadaan tertentu.

Sedangkan ittibâ’ adalah seseorang mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang lain dengan ada dalil yang mewajibkan. Seperti seseorang mengikuti apa yang ada di dalam al-Qur’ân, atau yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau qâdhi (hakim) yang mengambil perkataan saksi-saksi yang adil; karena dalil mewajibkan mengamalkannya.

Ada persamaan antara taqlîd dan ittibâ’ dari sisi mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang lain; sedangkan perbedaannya, taqlîd dilakukan dengan tanpa dalil, sedangkan ittibâ’ dilakukan dengan dalil.



Sumber: https://almanhaj.or.id/3226-taqlid-yang-diharamkan.html
abu.shofwan
post Sep 5 2016, 03:46 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


continuing previous post on fasting - combine this with fasting during the first 10 days of this month:

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan buka sehari.”[1]


Read more https://rumaysho.com/935-puasa-daud-puasa-p...g-istimewa.html
abu.shofwan
post Sep 7 2016, 02:21 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


read a thread of someone finding a rat in their mutton soup (i.e. the soup is not supposed to contain rat, only mutton lah)... so tried to look up what we should do if it happened to us. the following is not about rat, but on the fundamental level it is similar in that it is something haram to eat.

Btw, rats & mice are haram to eat according to jumhur 'ulama. One of the cause is the following principle:

Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
قال أصحابنا : فالذي أمر بقتله في الحل والحرم يحرم أكله ، والذي نهى عن قتله يحرم أكله.........
“Telah berkata shahabat-shahabat kami (ulama Syaafi’iyyah) : Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh di tanah haram ataupun halal, maka diharamkan untuk memakannya. Begitu puga hewan yang dilarang untuk membunuhnya, terlarang pula untuk memakannya…..” [Ash-Shughraa, 8/294].

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
ما أمر بقتله من الحيوانات فأكله حرام
“Semua hewan yang diperintahkan untuk membunuhnya, haram dimakan” [Al-Majmuu’, 9/22].

[start excerpt]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: “jika seseorang makan daging babi karena tidak tahu, apakah ada kafarahnya? Jika ada apakah kafarahnya?”.

Syaikh menjawab:

ليس عليه شيء ما دام لا يعلم، ليس عليه شيء، إنما عليه أن يتمضمض ويغسل فمه من آثار النجاسة ويغسل يديه، والحمد لله. لكن إذا لم يتمضمض أو لم يذكر لحم خنزير إلا بعد حين ماذا يفعل؟ ج/ ما عليه شيء

“Tidak ada kewajiban apa-apa baginya, selama ia memakannya karena tidak tahu sedikit pun. Yang perlu ia lakukan adalah berkumur-kumur dan mencuci mulutnya dari sisa-sisa najis (daging babi) dan mencuci tangannya. Walhamdulillah. Namun jika memakannya pada waktu yang sudah berlalu lama sekali dan ia ketika itu tidak berkumur-kumur, apa yang perlu dilakukan? Jawabnya: tidak perlu melakukan apa-apa” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/12018).

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Wal Ifta juga ditanya: “seseorang makan daging babi dalam keadaan tidak tahu. Lalu setelah ia selesai makan, datang orang lain yang mengatakan bahwa yang dimakan itu daging babi. Dan daging bagi sebagaimana kita ketahui, hukumnya haram bagi seorang Muslim. Apa yang mesti ia lakukan?”

Mereka menjawab:

لا يلزمه شيء تجاه ذلك ولا حرج عليه؛ لكونه لا يعلم أنه لحم خنزير، وإنما يلزمه التحري والحذر في المستقبل‏

“Tidak ada kewajiban apa-apa baginya, dan itu tidak masalah. Karena ia tidak tahu yang dimakan adalah daging babi. Yang perlu ia lakukan adalah berhati-hati dan waspada di masa depan” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah jilid 4, no. 7290‏ pertanyaan ke-5).


Sumber: https://muslim.or.id/27355-makan-daging-bab...-dilakukan.html

[end excerpt]
abu.shofwan
post Sep 8 2016, 12:19 PM

Regular
******
Senior Member
1,455 posts

Joined: Jan 2015
From: Qatar


QUOTE(WinkyJr @ Sep 8 2016, 12:13 PM)
not many people know about puasa daud
and it is not easy to do it too
*
Yeah, tell me about it. I once "had" to do it, since my wife was away for quite a long time. The temptation to break the fast is always there, especially when seeing everyone around you eat and drink. Also, when you break the fast, most of the time you do it alone since no one else is fasting the same way... sad.gif
You know what they say about people who are not yet able to get married, right? biggrin.gif

17 Pages « < 3 4 5 6 7 > » Top
Topic ClosedOptions
 

Change to:
| Lo-Fi Version
0.0287sec    0.68    7 queries    GZIP Disabled
Time is now: 2nd December 2025 - 01:05 PM